(Didedikasikan buat seseorang yang menginspirasikan tulisan ini pada suatu hari jum’at di sebuah kampus di bilangan Limau Jakarta Selatan )
Kemenangan Barrack Hussein Obama memang sudah berlangsung sejak 1 Nopember 2008 yang lalu. Meskipun baru akan dilantik sebagai presiden amerika ke-43 pada 20 Januari tahun mendatang, seakan dunia tidak ada habisnya bercerita tentang fenomena anak keturuna afro-amrik yang telah berhasil mencapai tahta tertinggi negeri adidaya itu. Bukan hanya rakyat amerika yang berhak bangga. Di Indonesia, Obama yang dianggap mempunyai kaitan historis karena pernah melewati masa kanak-kanaknya di Menteng, menjadi inspirasi baru bagi banyak kalangan. Di Kenya, yang notabene merupakan tanah kelahiran ayahnya, memicu euphoria yang luar biasa. Dimana-mana diadakan pesta menyambut kemenangan Obama.

Kemenangan Obama memang sangat fenomenal. Lewat keunggulan 175 suara dari 538 electoral college, Obama berhasil melampui pesaingnya John McCain dengan telak. Padahal pengalaman John McCain lebih teruji apalagi cerita heroicnya sebagai veteran perang yang pernah menghadapi ganasnya vietcong di Vietnam sangat terkenal bagi masyarakat Amerika. Kemenangan Obama tersebut ternyata bukan satu-satunya cerita sukses pria yang mengusung tema perubahan ini. Obama tercatat sebagai mahasiswa kulit hitam pertama yang berhasil meraih predikat summa cum laude dari fakultas hukum Harvard University. Bukan hanya itu, Obama adalah senator termuda dari State Of Illinois . (Jesse Jackson hanya sempat menjadi anggota DPR – House of Representative dan tidak pernah sampai menjadi senator).

Slogan ‘Yes, We Can’ dalam setiap pidatonya menjadi motorik perubahan yang didengung-dengungkannya. Obama sendiri aktif dalam social sejak masih muda, melalui Community Development Organizer (baca : The Audicity of Hope atau The Lesson From My Father). Banyak para pemuda di dunia terinspirasi bagaimana Obama menjadi orang satu di Amerika. Selain masih muda, Obama juga bukan berasal dari kalangan atas Amerika. Dunia seakan memperoleh kiblat baru, mengharapkan perubahan amerika yang lebih humanis, thoughtful dan compassionate terhadap rakyat lemah, setelah bosan dengan ulah kaum neocon pimpinan Bush yang membuat malapetaka dimana-mana.

Harapan Para Ibu Tentara Amerika di Irak
Intervensi Amerika di Somalia gagal total tahun 1992 saat CNN menayangkan para gerilyawan bertubuh krempeng menyeret mayat-mayat tentara Amerika di jalanan bak seekor anjing. Sontak rakyat amerika mendesak untuk segera menarik diri dari Somalia. Clinton yang sudah malu tak kepalang mundur dengan rapi sambil bercerita tentang heroisme para tentaranya di Somalia. Film ‘Black Hack Down’ mungkin yang paling pintar mengemas cerita gatot (baca: gagal total )ini .

Sebelas tahun kemudian, Bush mulai main perangan-perangan di Afgahanistan. Lebih cerdik, Bush mengelabui traumatic masyarakat amerika dengan alibi pengeboman WTC 11 September 2002. Invasi ke Afghanistan mendapat dukungan penuh rakyat amerika, bahkan Inggris, Spanyol dan sekutunya. Bush lantas mulai memperlihatkan watak kanibalnya dengan melakukan kolonialisasi di Iraq. Tak ada Inggris, tak ada Spanyol , hanya membual sebagai pahlawan yang akan membebaskan Iraq dari arogansi Saddam Husein. Namun hingga Saddam Husein ditangkap bahkan dieksekusi matipun, rupanya Bush belum juga beranjak dari Iraq.
Ayalnya, cerita di Iraq lain cerita di Somalia. Saat itu, informasi hanya sepihak dari CNN dan terus menyambung ke seluruh dunia. Saat Amerika mengintervensi Iraq, teknologi informasi jauh lebih maju daripada sebelumnya. Para Gerilyawan dapat menayangkan tentara amerika yang digorok hidup-hidup melalui video streaming yang diupload lewat internet. Ketika CNN belum pernah menayangkan keganasan perang di Irak, rakyat amerika lebih dulu mengetahuinya sendiri melalui akses internet.

Bush tak dapat membendung kematian ribuan tentarany. Bush hanya dapat memanipulasi data jumlah korban perangnya di Iraq. Toh, rakyat bukan lagi seperti pada saat invasi di Somalia. Informasi dapat diperoleh darimana saja. Tak perlu lagi menunggu CNN untuk menyaksikan suaminya atau bapaknya dieksekusi oleh gerilyawan. Desakan untuk mundur muncul dari mana-mana. Namun Bush meneladani watak bebal ayahnya. Momentum inilah yang sangat mendukung Obama untuk mengcounter partai Bush dan McCain. Setidaknya kemenangan telak atas McCain yang belum pernah ada dalam sejarah Amerika menjadi pembuktiannya.

Dengan kemenangan Obama, bahkan berbagai kalangan di Indonesiapun menganggapnya sebagai realitas politik yang sejalan dengan aspirasi masyarakat Indonesia. Janji Obama untuk segera menarik pasukan Amerika di Iraq dianggap sebagai sikap pro terhadap dunia Islam. Obama pahlawan baru dunia islam. Sementara itu, banyak kalangan di Indonesia berharap, dalam kepemimpinannya nanti, Obama dapat melihat Indonesia sebagai partner strategis sebab Obama pernah melewatkan masa kecilnya di Jakarta.

Pada lawatannya ke Israel, Obama membuktikan bahwa Amerika belum lepas dari bayang-bayang zionisme. Amerika memang mempunyai tradisi berkunjung ke Tembok Ratapan bagi siapapun yang memenangkan pemilu. Tak terkecuali Obama. Pada saat yang sama, Obama menyatakan sikapnya yang jelas-jelas mendukung Israel sebagaimana para sesepuhnya. Video pernyataannyapun banyak beredar di situs-situs Indonesia bahkan telah diterjemahkan.
Sah-sah saja bila pandangan Obama tersebut dianggap sebagai sikap seorang democrat liberal. Apakah Obama seorang muslim ? Secara tegas tim suksesnya menyatakan bahwa ia adalah non-muslim saat beredar foto-foto Obama mengenakan jubah Kenya layaknya seorang muslim. Justru pertanyaan sebaliknya adalah : Apakah Obama seorang Yahudi ? Bagaimana mungkin padahal ia berkulit hitam?
Yahudi kulit hitam atau lebih dikenal sebagai Falasha mulai dikenal saat pemerintahan Israel menerbangkan mereka untuk membebaskan dari penindasan politik di tahun 1976. Kalangan yahudi ini banyak berasal dari ethopia. Peristiwa ini pernah juga difilmkan.

Saat Obama masih menjadi calon presiden sebenarnya isu ini sudah menjadi rahasia umum. Namun masih sebatas untuk kalangan yahudi melalui Associated Press. Barrrack Husein Obama ternyata memiliki keluarga seorang rabbi yahudi bernama Rabbi Capers C. Funnye Jr. yang memimpin jemaat Yahudi Ethopia di kawasan Taman Marquette, Chicago. Ia merupakan sepupu dari Michele, istri Obama. Kakek Michele dari ayah adalah kakak dari ibu Funnye. Namun Obama selalu merahasiakan itu. Ia tak pernah menyebutkan soal Funnye dalam masa kampanye pemilihan presiden. Funnye sendiri mengatakan dirinya memang tidak pernah dilibatkan dalam kampanye Obama. Tapi ia mengakui sumbangan untuk saudara iparnya itu. “Saya bangga dengan apa yang mereka raih sejauh ini” terang Funnye kepada Associate Press.

Pada saat Michele masih kecil, keluarganya dan keluarga Funnye saling berkunjung hampir tiap bulan. Ibu Funnye dan ayah Michele yang sebaya umurnya mempunyai hubungan baik. Mereka tidak pernah bertemu lagi sejak Funnye menghadiri pernikahan Michele dengan Obama pada tahun 1992. Keduanya baru bertemu kembali ketika Funnye bekerja di sebuah organisasi social dekat Universitas Chicago, tempat Michele bekerja. Menurut juru bicara Michele, Katie McCormick Lelyveld, Obama tidak mempublikasikan hubungannya dengan Funnye lantaran ia menghormati rahasia keluarga besarnya. Surat kabar yahudi, The Forward, yang pertama kali menulis soal itu. “Itu sangat mengejutkan saya,” kata Ira Forman, Direktur eksekutif Dewan Domokrat Yahudi Nasional.

Barrack, nama depan Obama adalah nama yahudi yang berasal dari ayat ‘baruch’. Kebanyakan ahli ibadat yahudi menggunakan ‘baruch’ untuk nama depan mereka. Mantan PM Israel juga menggunakan nama ‘baruch’, yaitu Ehud Barak. Kedekatannya dengan komunitas yahudi terekam seperti pada foto-foto kunjungannya pada Monument Jew. Pertama, Obama memakai Yarmulke, lebai orang Yahudi. Yang kedua, hanya orang yahudi saja yang dibenarkan mendampingi Master Jew. Ketiga, Obama melakukan ritual pada tembok ratapan, sebuah tradisi untuk menyampaikan pesan rahasia antar orang Yahudi. Adakah alasan lain yang membantah fakta ini ?

Nyatanya Obama mendapat suara 77% dari keluarga Yahudi. Berbanding dengan John Kerry yang hanya mendapat 74% pada pemungutan suara Yahudi pada tahun 2004. Obama mendapat banyak suara dari pemilih Yahudi di Connecticut dan Massachusetts. Yang lebih mengejutkan lagi bila mentor Obama sendiri yaitu Abner Mikva menyatakan : “ Obama will be the first Jewish President of USA “ dalam Jerussalem Post pada 5 November 2008 . (http://www.jpost.com/servlet/Satellite?cid=1225715342669&pagename=Jpost%2FJPArticle%2ShowFull).

“My View is that the United States special relationship with Israel obligates us to be helpful to them in the search for credible partners with whom they can make peace, while also supporting Israel in defending itself against enemies sworn to its destruction” kata Obama dalam pernyataan persnya pada Haaretz tanggal 15 Februari 2007. (http://www.haaretz.com/hasen/spages/826665.html).

Jika rencana Obama menarik pasukan Amerika dianggap sebagai sikap yang selaras dengan sikap politik Indonesia, maka dukungannya terhadap Israel menusuk perasaan mayoritas muslim Indonesia. Masih proposionalkah menempatkan Obama sebagai partner yang menguntungkan ? Konklusinya, tema perubahan kebijakaan militer yang diusung Obama –jika benar terealisasi- hanyalah tindakan individualis seorang kontestan untuk memenangkan pemilu Amerika . Sama halnya dengan mendukung Israel. Sama sekali tidak ada hubungannya dengan Indonesia. Lantas pantaskah kita secara apriori masih tetap mendukung Obama ?

Perubahan Menurut Perpektif Islam
Masih ingatkah Pisowanan Agung di Jogjakarta beberapa waktu lalu ? Dalam gelaran tersebut Sri Sultan Hamengkubuwono secara langsung menyampaikan uneg-unegnya dan prihatin melihat kondisi bangsa. Sri Sultan mengkampanyekan perubahan untuk masyarakat Indonesia sekaligus mencalonkan diri sebagai calon independen.

Seolah latah dengan tema ‘perubahan’, hampir semua pimpinan partai juga menjual title perubahan ini sebagai menu andalannya. Kemenangan Barrack Obama di Amerika tidak terlepas dari kampanye perubahan. Bedanya di Indonesia semua menjanjikan perubahan, padahal jelas tak ada yang bisa dirubah. Di Amerika, pesaing Obama tidak menjanjikan perubahan yang berarti, sehingga Obama tampak menonjol dengan janji-janji perubahannya.

Jauh sebelum Sri Sultan dan Obama, sesungguhnya Islam telah memproklamirkan perubahan ini ke seluruh dunia. “ Sesungguhnya Allah tidak akan merubah apa yang ada pada suatu kaum, sehingga mereka sendiri yang merubah apa yang ada pada diri mereka “ (QS. 13:11). Bila dicermati secara jernih, justru Allah ingin menyampaikan bahwa manusia adalah makhluq responsive yang selalu mengadakan perubahan. Masyarakat barat mengenal Hirarki Kebutuhan lewat Abraham Maslow. Secara alamiah manusia mempunyai kebutuhan fisiologis menurutnya, seperti makan, tidur, berhubungan intim dll. Pada tahap berikutnya, manusia akan terus mengadakan perubahan sesuai tingkat kebutuhannya. Padahal berabad-abad sebelumnya, Islam telah merinci kebutuhan dasar ini secara gamblang. Perhatikanlah “Telah dihiasi untuk manusia kecintaan terhadap apa-apa yang diingini, yaitu : perempuan, anak-anak, harta yang banyak daripada emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak ..”(QS. 3:14).

Bahkan dengan sangat analistis Islam menerangkan prosedur perubahan melalui tiga tahapan, “ Apabila salah seorang dari kalian melihat kemunkaran, maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya. Apabila ia tidak mampu, maka dengan lidahnya. Apabila ia tidak mampu juga, maka dengan hatinya.” Ironisnya, Islam tidak mencampuri urusan teknis. “Kalian lebih mengetahui urusan-urusan dunia kalian”. Sebuah ruang berekspresi yang tidak akan kelewatan batas. Sayangnya masyarakat islam sendiri lebih mengenal teori evolusi, reformasi dan revolusi yang tidak jelas batasannya. Tanpa repot-repot, Islam hanya berpatokan pada dua hal : ma’ruf dan munkar. Yang ma’ruf ditegakkan, yang munkar diberantas. Sedangkan lingkup netral diantara keduanya, diserahkan kepada individu. Bukankah sebuah metode perubahan yang lebih modern dan demokratis ?

Stumble
Delicious
Technorati
Twitter
Facebook